Thursday, August 25, 2016

FILIANTROPI SUBTANSIAL

karya : Imannudin Oktavian Alhasbi




Pernah ku bahagia begitu hebat, ketika aku jatuh hati pada pilihan yang terasa tepat.
Kala aku bernyanyi indah dalam sebuah mendung, dengan rintikan hujan yang jatuh tak terbendung,
Seperti biner, walau hanya dua simbol ia ciptakan beragam karakter.
Terjemahkan kode, menjadi bit bit kata penuh dengan makna. Hitungan detik ia mampu ciptakan beragam bahasa

Bahagia, tawa itu ada, meski hati selalu menderita

Bukan hanya tentang perasaan kepada dirinya, ia juga bisa menyelinap masuk kedalam logika
Menginfeksi direktori yang telah menyimpan berjuta rasa bahagia, tersembunyi merotasi bahagia menjadi tangisan penuh duka.
Tangis eluh yang mendera membobol, mengeluarkan kata cacian tersembunyi dari simbol.
Yah, begitu bodoh aku menyampaikan rasa melalui kode yang tak pernah ada dalam kamus, melalui kata yang tak pernah bisa kuhembus, melalui bibir yg tak pernah bisa berceletus

Kesalahanku, memohonkan rasa, tanpa kutanya tentang apa itu cinta

Cinta yang hadir tak selalu untuk pengakuan, tapi cinta selalu untuk dirindukan.
Kadang terlalu merindu, pada cinta tanpa pernyataan, sehingga lupa pada cinta lain yg selalu ditanyakan.
Berfikirlah, sebelum kau benar-benar akan lelah, demi cinta yang tiada pernah mengiringimu disetiap langkah.
Jauh sebelum arah tertuju pada sebuah samudra, Ia akan berputar mengiringi angin, lalu bertanya kemana.

Rasa, kau selalu mendiami hati, memadukan kasih didalam nurani

Terkadang terlalu dalam mencintai, hingga lupa pada hati, yang menyayangi dengan peduli.
Meng-egokan diri, menyombongkan cinta disetiap hati yg ia gagahi. 
Bercerita pada hari, dimana ia menjajah hati, pada cinta yg terbisu ditengah sepi.
Getaran cinta berpindah menuju nurani, menyisipkan perih membagi kepada nadi.
Berteriak, meminta kembali, dimana awal ia memulai.

MENYESAL..
kata sederhana yang begitu menerka-nerka, selalu identik dengan rasa, pada akhir sebuah cerita. Menegaskan tentang rasa, bahwa cinta selalu berakhir dengan duka.
Kadang terlalu dalam berfikir untuk bahagia, hingga melupa bagaimana perpisahan mengundang luka.
Biarlah semesta tertawa menghina, pada cinta yang selalu dibuat tanda tanya.
Ingatlah, bagaimana cara cinta akan berpamit, ia tak peduli walau cintamu berada diujung langit.
Ingatlah, bagaimana rasa akan pergi, ia tak melihat kau sedang bahagia atau menangis dalam sendiri.
DAN
Ingatlah, KAU bukanlah satu-satunya hati. Dimana CINTA akan berdiam abadi.

Mencinta, kata yg selalu mendamba, dan membalas dengan luka

Mengharapkan jalan buntu pada cinta yang ia temukan, segala rela ia tumpahkan demi tersesat pada hati yg ia inginkan.
Berdiam diri, pada hari dimana ia ditinggal oleh cinta yang ia sukai.
Berlari pergi, mengejar cinta yang jelas telah menemukan pemilik hati.
Membodohkan diri, demi insan yang ia cintai.
Tak peduli bagaimana rasa cedera pada hati. Ia hanya terlena, dalam rajutan cinta yg pada dasarnya adalah fana.

Rela. Ikhlas menerima perih, mengubur cinta dengan duka

Bahagia ada karena cipta bersama, memanja kasih penuh rayuan mesra.
Memeluk rindu bintang, iringi terang bulan. Mendekap hangat raga, mengakhiri kecup yang menenangkan.
Terlelap, jatuh pada jurang mimpi, 
Menenggelamkan bahagia yg berharap ada pada hati.
Nyatanya bahagia itu tak pernah ada, kala aku tak pernah merasa bahwa senyum itu dari hati, bukan dari bibir semata.

No comments:

Post a Comment