FILIANTROPI SUBTANSIAL
karya : Imannudin Oktavian Alhasbi
Pernah ku bahagia begitu hebat, ketika aku jatuh hati pada pilihan yang
terasa tepat.
Kala aku bernyanyi indah dalam sebuah mendung, dengan rintikan hujan
yang jatuh tak terbendung,
Seperti biner, walau hanya dua simbol ia ciptakan
beragam karakter.
Terjemahkan kode, menjadi bit bit kata penuh dengan makna.
Hitungan detik ia mampu ciptakan beragam bahasa
Bahagia, tawa itu ada, meski hati selalu menderita
Bukan hanya tentang perasaan kepada dirinya, ia juga bisa menyelinap
masuk kedalam logika
Menginfeksi direktori yang telah menyimpan berjuta rasa bahagia,
tersembunyi merotasi bahagia menjadi tangisan penuh duka.
Tangis eluh yang mendera membobol, mengeluarkan kata cacian tersembunyi
dari simbol.
Yah, begitu bodoh aku menyampaikan rasa melalui kode yang tak pernah
ada dalam kamus, melalui kata yang tak pernah bisa kuhembus, melalui bibir yg tak
pernah bisa berceletus
Kesalahanku, memohonkan rasa, tanpa kutanya tentang apa itu cinta
Cinta yang hadir tak selalu untuk pengakuan, tapi cinta selalu untuk
dirindukan.
Kadang terlalu merindu, pada cinta tanpa pernyataan, sehingga lupa pada
cinta lain yg selalu ditanyakan.
Berfikirlah, sebelum kau benar-benar akan lelah, demi cinta yang tiada
pernah mengiringimu disetiap langkah.
Jauh sebelum arah tertuju pada sebuah samudra, Ia akan berputar
mengiringi angin, lalu bertanya kemana.
Rasa, kau selalu mendiami hati, memadukan kasih didalam nurani
Terkadang terlalu dalam mencintai, hingga lupa pada hati, yang
menyayangi dengan peduli.
Meng-egokan diri, menyombongkan cinta disetiap hati yg ia gagahi.
Bercerita pada hari, dimana ia menjajah hati, pada cinta yg terbisu ditengah
sepi.
Getaran cinta berpindah menuju nurani, menyisipkan perih membagi kepada
nadi.
Berteriak, meminta kembali, dimana awal ia memulai.
MENYESAL..
kata sederhana yang begitu menerka-nerka, selalu identik dengan rasa,
pada akhir sebuah cerita. Menegaskan tentang rasa, bahwa cinta selalu berakhir
dengan duka.
Kadang terlalu dalam berfikir untuk bahagia, hingga melupa bagaimana
perpisahan mengundang luka.
Biarlah semesta tertawa menghina, pada cinta yang selalu dibuat tanda
tanya.
Ingatlah, bagaimana cara cinta akan berpamit, ia tak peduli walau
cintamu berada diujung langit.
Ingatlah, bagaimana rasa akan pergi, ia tak melihat kau sedang bahagia
atau menangis dalam sendiri.
DAN
Ingatlah, KAU bukanlah satu-satunya hati. Dimana CINTA akan berdiam
abadi.
Mencinta, kata yg selalu mendamba, dan membalas dengan luka
Mengharapkan jalan buntu pada cinta yang ia temukan, segala rela ia
tumpahkan demi tersesat pada hati yg ia inginkan.
Berdiam diri, pada hari dimana ia ditinggal oleh cinta yang ia sukai.
Berlari pergi, mengejar cinta yang jelas telah menemukan pemilik hati.
Membodohkan diri, demi insan yang ia cintai.
Tak peduli bagaimana rasa cedera pada hati. Ia hanya terlena, dalam
rajutan cinta yg pada dasarnya adalah fana.
Rela. Ikhlas menerima perih, mengubur cinta dengan duka
Bahagia ada karena cipta bersama, memanja kasih penuh rayuan mesra.
Memeluk rindu bintang, iringi terang bulan. Mendekap hangat raga,
mengakhiri kecup yang menenangkan.
Terlelap, jatuh pada jurang mimpi,
Menenggelamkan bahagia yg berharap ada pada hati.
Nyatanya bahagia itu tak pernah ada, kala aku tak pernah merasa bahwa
senyum itu dari hati, bukan dari bibir semata.
No comments:
Post a Comment